Aku
telah mencintaimu hingga aku benar-benar lelah
Malam ini sebagimana kotaku diterpa hujan mendung tak
berhiaskan bintang, aku tersungkur membaca pesan darinya, sungguh pesan itu
membuat hatiku tak karuan, tak tau musti melakukan apa, yang pastinya benar-benar
terluka dan kupastkan esok pasti akan ada lebam. Ku mulai menyibukkan diri
malam ini sungguh tak berdaya aku dibuat oleh semua keadaan ini. Ku duduk
disebuah caffee milik seorang teman kampusku, disana aku hanya duduk menatap
cahaya lampu-lampu kecil yang bergantian bercahaya bagai kunang-kunang yang
mereka lilitkan di setiap bawah gentengnya dan bergelantungan indah .
Sungguh cinta itu membuat kita tak mau mengakui banyak
keburukannya bahkan mengakui pada diri kita sendiri. Namun malam ini aku sadar
apa yang telah kudapatkan darinya, darinya yang telah lama kunanti, darinya
yang telah bertahun-tahun ku nanti, darinya tepi rinduku, darinya yang selalu
kucintai, darinya aku dapatkan satu penghinaan lagi, maafkan aku ini bukan
karena cintaku yang perlahan terkikis namun sebaliknya cintaku semakin
menebalkan dirinya, namun cinta tak sekedar hanya tentang kuatku bertahan namun
cinta juga butuh logika, sadarlah aku ini juga punya perasaan selain cinta,
sadarlah aku ini mempunyai peraasaan tersinggung, bersiaplah sebelah hatimu
akan menikung yang satunya. Kamu akan merasakan itu pasti akan merasakan itu.
Kini aku sedang berpikir keras memutar semua perasaan dan
kemungkinan-kemungkinan apabila aku terus bertahan menanti dan dihina olehmu,
kemungkinan-kemungkinan untuk mudur darimu dan merasakan rindu yang teramat
serta penyesalannya. Namun teramat sering kau lakukan hal itu mungkin karena
kau anggap aku ini terlalu mencintaimu sehingga kamu seenaknya saja
memperlakukan perasaanku, ingatlah Tuhan maha adil atas apa yang telah terjadi
pada umatnya.
Oh Tuhanku kuatkanlah hati hambamu
ini, sungguh aku tak sanggup membendung prasaanku lagi, tak secuilpun sanggup.
Semua yang kurasa saat ini sungguh seperti racun yang menyergap perasaanku. “
mbak maafkan kami akan tutup, sepertinya hujan diluar sana telah redah” pegawai
caffe berdiri tepat disampingku dan tersenyum memecahkan lamunaanku. “oh iya,
iya mas” aku bergegas memasukkan telvon genggam dan bukuku kedalam tas dan
bergegas beranjak kekasir. Lihatlah kota ini nampak sangat indah setelah hujan,
oh Tuhan bagaimana mungkin aku tak menyadari keindahan yang selalu kau
limpahkan. Mengapa aku sepayah ini menangis tersungkur karena cinta, cinta yang
semestinya tak menyakitkan. Aah sial air mataku tak dapat kunbendung lagi,
bukankah hujan telah redah, ayolah jangan secengeng ini, perdebatan terjadi
didalam sana, aku menyeka mataku dan bergegas menghampiri kendaraanku. Sepanjang jalan aku
hanya termenung ntahlah aku tak berselera memikirkan apapun, aku hanya
berharap malam ini tidurku nyenyak meski
ini akan susah.
Yang benar saja itu hanya harapan
yang tak akan bisa terjadi, lihatlah sekarang kamarku terasa sesak, gelap namun
dilangit-langitnya mulai bermunculan setiap kenangan kita. Iya kenangan kita
dulu, dulu sebelum kita sepayah ini. Rinduku semakin semberaut, kau telah
mengusik malam ku ntah mengapa perasaan ini begitu menikamku, menjebakku pada
ruang-ruang rindu yang telah kubunuh paksa, wahai pemilik hati lihatlah aku tak
berdaya dibuat oleh rasa ini, ku coba menarik nafas dalam-dalam membiarkan
rasaku meronta-ronta didada, pelipisku mulai basah dadaku mulai sesak oleh isak
tangis. Pilu terasa disana dan bila esok tiba kan kubunuh paksa semuanya.
Ketika semuanya lelah oleh pertempuran itu kantukpun mulai mengakhirinya.
09:00 Wita, aku bangun kesiangan
kelas ku pagi ini telah dimulai sejam yang lalu, aku tak mungkin memaksa diri
kekampus itu akan percuma dosen tak akan membiarkan aku masuk dalam mata
kuliahnya. Ya sudahlah kan kuliburkan diriku dari aktifitas kampus hari ini.
Perlahan ku menina bobokan mataku namun baru beberapa menit mata hari mulai
menerobos masuk melalui celah-celah jendelaku oh tidak mungkin aku tidak
ditakdirkan untuk bermalas-malasan pagi ini. Baiklah aku takkan malas-malasan.
Mataku mulai menyambar setiap sudut kamarku, fikiranku mulai beranjak jauh,
dadaku mulai berbisik, “apakah aku akan terus begini ...?” oh tidak mataku
mulai basah lagi pagi ini, tidak apa akan kupastikan ini akan menjadi air mata
terakhir untukmu. Kan kucoba melepaskanmu, dengan semua kemungkinan-kemungkinan
yang akan menikam tegarku. Baiklah aku akan mengikhlaskanmu.
Beberapa waktu telah berlalu kita
telah benar-benar tidak komunikasi, itu membuat perasaanku lebih baik, lebih
tangguh, namun dadaku mulai berbisik lagi “apakah aku benar-benar telah
mengikhlaskannya...?” ntahlah aku sedang mencobanya. Hari ini adalah hari
keempat setelah lebaran idul fitri namun hawa-hawanya masih ada pagi ini aku
dijemput oleh teman kampusku untuk berziarah kerumah dosen dan staf-staf fakultas
kami. Tepat dirumah ketiga telfon genggamku bergetar ternyata pesan singkat
ntah dari siapa. “ hallo mohon maaf lahir dan batin yah kalau aku ada salah, oh
ya aku sedang dikotamu loh” aku sungguh tak tau nomer siapa itu, ku balas
dengan singkat “ ini siapa ?” setelah itu aku melihat panggilan tak terjawab
ternyata ada tiga nomer baru menelfonku, dan aku memutuskan menelfon balik
salah satu dari nomer itu. “hallo” dahiku menyerngit penasaran siapa yang ada
disebrang sana. “ iya hallo, apa kabar ?” saat aku mendengar jawabnnya aku
sungguh terkejut, aku sangat tanda suara itu, oh tuhan tidak, aku mohon jangan.
Aku bergegas mematikan telfonku. Aku mulai cemas apakah aku mampu melalui ini,
apakah aku benar-benar telah mengikhlaskannya ? ataukah aku sama sekali belum
mengikhlaskannya perdebatan dalam kepalaku seketika terpecah oleh suara dari
telfon genggamku lihatlah dia menelfonku lagi, ok baiklah kan ku jawab.
“hallo..” aku mencoba mengatur nadaku dan
seketika nafasku mulai tak karuan,
“ iya hallo, loh kok ya di matiin tadi ?”
“oh ya maaf”
“tau aku siapa kan ?” sial dia mulai
pembicaraan dan parahnya lagi dia mulai memintaku menebak siapa dirinya, yang
benar saja
“iya tau kok, kenapa ?” aku menjawabnya sedikit ketus, ntah kenapa
aku mulai jengkel
“hehe.. aku lagi dikotamu loh”
“oh gitu “ dan aku semakin kesal
“loh beneranloh, kamu lagi dimana
sekarang ?” idiih dikiranya aku perduli aku mulai mengomel dalam hati.
“Lagi dirumahnya mbak safira staf
kampus ku”
“yaudah aku kesana yah ?”
“terserah” aku semakin jengkel
“Beneranloh tak kesana sekarang yah
?” dia semakin memaksaku
“yaudah datang aja, sepuluh menit
dari sekarang” aku menjawab sekena ku saja
“yaudah ntar kalau udah sampai depan rumahnya
tak telfon lagi” setelah itu dia mematikan telfon.
Aku mulai panik apakah dia seriusan
akan datang atau, atau itu hanya candaannya saja. Aah sudahlahaku tak perduli,
mau itu sungguhan atau tidak aku tak perduli. Sepuluh menitpun berlalu dan
telfon genggamku pun berdering.
“iya hallo”
“ini aku didepan”
“yaudah masuk” hatiku mulai tak
karuan, aku mencoba mengintipnya lewat jendela, aah ternyata benar itu dia. Aku mulai panik.
Seorang temanku Dinda mulai bangkit
dari tempat duduknya mencoba menegur dia yang berdiri didepan pintu, “ayok sini
masuk” Dinda memasang wajah ramahnya,
“ia,ia”
“oh ya, mohon maaf lahir dan batin
yah, lama tak jumpa” Dinda mengulurkan tangannya
“iya, mohon maaf lahir dan batin juga
kalau, kalau aku ada salah, hehe” ia mencoba bercanda. Setelah itu Dinda
mempersilahkan ia duduk dikursi tepat disampingku.
“nah kan aku beneran datang” Ia menatapku
sambil tersenyum lebar
“oh ya” aku hanya menjawabnya
singkat, ntah kenapa lidahku tak mampu berkomentar banyak. Aku menjulurkan
tanganku agar tidak kelihatan gugup. “mohon maaf lahir dan batin” aku memasang
wajah bahagia. “iya, mohon maaf lahir dan batin juga” ia menggenggam tanganku
erat dan itu adalah hal yang paling menyebalkan. Suasanya seketika hening ntah
apa yang sedang terjadi aku seolah tak percaya setelah beberapa tahun menunggu
dan akhirnya aku dipertemukan olehnya disaat aku telah berusaha melupakannya.
“kamu kenapa begini ?”ntah mengapa kata-kata itu keluar begitu saja dari
mulutku. “kenapa begini, bagaimana maksudmu?” dia seolah-olah tidak paham apa
yang akukatakan. “iya kamu kenapa begini ?” aku mendesaknya agar mengerti. Dan dia
hanya menjawab dengan senyuman,dan aku sangat membenci senyuman itu. Aku sangat
kenal betul makna dari senyuman itu. Aku hanya menatapnya kesal. Keadaaan
seketika membungkamkan aku ia menatapku dalam dan berpura-pura tidak tau, dan
tidak mau tau. Tapi itu membuat aku risih setelah beberapa menit membiarkan dia
melakukan itu. “kenapa liatin aku kaya gitu ?” tatapanku tajam kearahnya, “kangen, apa kamu juga merasakan sama seperti
yang aku rasakan ? ” tatapannnya semakin dalam dan itu membuat aku tak bisa
berkata apa-apa lagi. Aku bungkam seribu kata, mataku mulai berkaca-kaca.
“Najma, udah jam berapa ini,
sebaiknya kita jalan sekarang” Dinda memecahkan suasana haru biru tersebut. “oh
yaudah aku sekalian pamit” tanpa diminta dia sudah memutuskan. Kita berpamitan
dengan pemilik rumah. Aku berjalan tepat dibelakangnya hatiku terasa porak
poranda oleh semua kejadian ini. Aku memutuskan berhenti sejenak sementara dia
akan naik kekendaraannya, namun dia berbalik dan berjalan menghampiriku “ayok
sini, ada yang ingin aku sampaikan, sebentar doang kok” dia menarik tanganku
lembut dan aku menatap Dinda, meminta penadapatnya meski dia aku ucapkan Dinda
mengerti arti tatapanku dan dia membalasnya dengan anggukan. Dinda paham betul
apa yang terjadi pada hubunganku dengan dia jadi dia tidak keberatan bila harus
menunggu kami berbincang beberapa menit.
“apa yang kamu mau omongin ?” aku
berdiri tepat didepannya
“maaf kalau aku telah membuatmu
menunggu begitu lama, maaf aku telah menyakitkan perasaanmu, maaf hari ini aku
menemuimu mengulis semua lukamu, maaf atas perasaanku yang bahkan aku juga
tidak bisa mengendalikannya” ia menggenggam tanganku.
“apa yang kamu fikirkan ? aku mohon
jangan lakukan hal semenyakit ini, pergila bawa semua rasamu, berkelanalah
kehati mana yang ingin kau singgahi, dan pulanglah kehati yang benar-benar kau
ingin miliki, dan aku bukan rumah tempat kamu berpulang, aku mohon pergilah
karena kita hanyalah sepenggal masa lalu ”
dadaku sesak, mataku sudah sejak tadi basah, kata-kata itu telahku
keluarkan. “apakah kita bisa menjadi masa depan ?” lembut tangannya mengusap
pipiku yang basah. “aku mohon pergilah, ini semua membuatku semakin hancur” aku
menepis tangannya. “baiklah, jaga dirimu baik-baik, aku akan selalu
merindukanmu” bahkan sekarang ia mengecup keningku. Air mataku semakin deras
nafasku semakin tersengal. “maafkan aku” dia mengusap air mataku lagi.
“pergilah, semoga kau selamat sampai tujuan” aku berjalan meninggalkannya.
“Dinda, maaf telah membuatmu menunggu, aku pamit ya” ia naik keatas
kendaraannya dan metapku sekali lagi stelah itu berlalu.
“sudah Lin, setidaknya kamu telah
mencoba” Dinda memelukku, dia tau itu sangat menyakitkan bagiku. “aku telah
mencintainya dan menantikannya hingga aku benar-benar lelah, dan kini aku telah
benar-benar lelah Dinda” aku memeluknya semakin erat.
Komentar
Posting Komentar